Senin, 19 Maret 2012

Analisa Artikel

 
Analisa Penulisan Artikel Pada Koran Media Indonesia

Yang akan saya analisa adalah koran Media Indonesia edisi tanggal 17 maret 2012, sabtu. Pada halaman 17 yaitu Home & Living dengan tema Rumah Tua Peninggalan Adat Betawi.

1. Topik

          Artikel yang dimuat dalam koran Media Indonesia halaman 17 tersebut adalah membahas tentang rumah tua yang berdiri sejak tahun 1918, namun tetap bediri kokoh di perkampungan Betawi, Setu Babakan.

2. Analisa penulisan


  1. Penulisan Head News pada Halaman 17 ini ”HOME & LIVING”
Kata sambung dan disini diganti dengan symbol “&” dalam EYD tidak ada symbol yang meakili kata “dan.”
Seharusnya ”HOME dan LIVING”
  1. Pada awal kalimat paragraf pertama, penulisan kata “TIDAK....” menggunakan hrurf besar semua.
Menurut EYD, penggunaan huruf besar pada awal kalimat hanya huruf awal saja yang besar.
perbaikan :  ”Tidak....”
  1. Pada paragraf 7 dengan tema renovasi, kalimat awalnya menggunakan kalimat pasif namun menggunakan dua buah koma, jadi kalimatnya tidak efektif.
Harusnya tidak perlu menggunakan koma, lebih enak di baca jika seperti ini:
”Bentuk rumah diakui Samin masih persisi sama dengan bentuk aslinya, sebelum direnovasi oleh pemerintah daerah.”
  1. Paragraf 7 dan 8 masih satu pembahasan, harusnya jadi 1 pragraf saja karena pargraf 8 masih menjelaskan ide pokok pargraf 7 yang terletak pada awal paragraf.

3. Opini mengenai arikel tersebut.

          Rumah adat Betawi yang sudah turun – temurun itu memang harus dijaga keutuhannya demi kelestarian budaya negeri. Pemerintah sudah sangat bagus memberi perhatian kepada rumah adat yang mulai jarang ditemukan di Jakarta. Ini juga bisa jadi pelajaran untuk kebudayaan lainnya yang berada di Indonesia agar selalu menjaga kelestarian budayanya, adat istiadat, upacara adat atau peralatan adat termasuk rumah adat.

4. Dilihat dari segi ekonomi

          Artikel tesebut merupakan bentuk promosi terselubung dari pemerintah daerah DKI Jakarta, dengan tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat. Memberikan informasi melalui koran kepada masyarakat bahwa rumah adat betawi yang telah direnovasi dan memiliki nilai kebudayaan Betawi yang sangat kental, maka akan menimbulkan rasa penasaran dan dengan rasa penasaran tersebut masyarakat berbondong-bondong mengunjungi rumah adat tersebut. Dampak bagi pedagang di sekitarnya adalah banyak pengunjung maka banyak juga pembeli, maka perekonomian masyarakat sekitar pun semakin meningkat.
         









Sabtu, 17 Maret 2012

Aktiva dan Pasiva Dalam Perbankan

Bank memiliki dua bagian dana atau bagian yang dapat menjalankan operasi perbankan. Yaitu aktiva (asset) dan pasiva (liabilities), di bawah ini adalah rekening yang termasuk dalam aktiva dan pasiva :

Aktiva (asset)
-      cash reserve
-      securities
-      loan

Pasiva (liabilities)
-      saving deposits
-      demand deposits
-      time deposite.

Di dalam aktiva terdapat securities, yaitu surat berharga atau biasa disebut saham (stock). Yang diperjual belikan di bursa efek indonesia dan keuntungan dari memiliki saham adalah mendapatkan deviden.
Loan adalah pinjaman dana oleh masyarakat kepada pihak bank dan akan di kembalikan secara kredit.

Pencatatan akun dalam perbankan harus selalu dilaporkan ke bank indonesia agar dapat dipantau perkembangannya oleh bank indonesia.

Contoh pencatatn akun dalam perbankan:
Apabila ada nasabah yang akan menabung dengan nilai Rp 5.000.000
Pada hari itu, maka akun yang di catat adalah.

Kas                                 Rp 5.000.000
          Tabungan                         Rp 5.000.000































Kamis, 08 Maret 2012

A. Lembaga Keuangan BANK


          Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya adalah menghimpun dana (founding) dari pihak yang memiliki dana lebih (surplus) untuk disalurkan (landing) kepada pihak yang kekurangan dana (deficit).
          Bank juga disebut sebagai financial intermediance yang artinya adalah perantara keuangan. Dengan adanya bank maka para nasabah atau pihak surplus dapat meminjamkan dananya kepada pihak yang membutuhkan dana tanpa harus menanggung beban kerugian karena resiko kerugian sudah dipindahkan kepada pihak bank (transfer risk).

Kegiatan tersebut sebenarnya dapat dilakukan tanpa melalui perantara bank, yaitu dengan bertemunya langsung pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana. Namun kegiatan ini tidak mudah dan resiko kerugian ditanggung langsung oleh pihak surplus.
Ada tiga factor yang harus dipenuhi agar kegiatan ini bias terjadi.
Factor tersebut yaitu :

  1. Kebetulan
Maksutnya adalah diantara kedua belah pihak yaitu pihak yang membutuhkan dana dan pihak yang memiliki kelebihan dana saling kenal. Namun hanya kenal saja itu tidak cukup maka timbul factor yang kedua yaitu.
     2. Saling percaya
Jika diantara kedua belah pihak saling percaya maka kegiatan meminjamkan dana kepada pihak yang kekurangan dana bisa terjadi.
     3.  Ketersediaan
Kemampuan pihak yang memiliki dana lebih untuk meminjamkan dana sesuai yang dibutuhkan pihak yang kekurangan dana.

 Dimasa sekarang ini, sulit sekali untuk melakukan sistem seperti dijelaskan di atas. Oleh karena itu ada lembaga keuangan yang dapat menjadi perantara (financila intermedian) oleh pihak surplus dan pihak defisit tanpa harus memikirkan tiga faktor di atas.

Sistem yang ada pada bank adalah pihak yang memiliki dana lebih menitipkan dananya kepada bank. Dan pihak bank menyedikan tiga cara untuk menyimpan dana para nasabah yaitu :
-      saving deposit yaitu dana yang di setorkan hanya disimpan saja dan akan mendapatkan bunga sesuai ketentuan bank.
-      Demand deposit yaitu dananya bisa diabil setelah jatuh tempo dan ini biasa disebut giro.
-      Time deposit yaitu menyetorkan dana dan kemudian akan mendapatkan bunga sesuai waktu yang telah ditentukan.


Dengan dana yang telah dikumpulka dari pihak surplus, kemudian bank menawarkan pinjaman modal kepada pihak yang membutuhkan dana dengan cara kredit. Para debitur yang meminjam dana dari bank akan dibebankan bunga sesuai kebijakan bank, bunga peminjaman dana debitur tadi akan dibagi dua oleh bank untuk membayar bunga kepada nasabah..


B. Pasar Modal (Capital Market)

Pasar modal hádala dimana para investor menginvestasikan dana atau jual beli finansial. Disini para investor menyalurkan dananya kepada debitur dengan cara membeli instrumen yang ada di pasar modal, diantaranya yaitu :
  1. Saham (stock)
Apabila investor membeli saham sebuahperusahaan maka itu artinya dia membeli preusan tersebut dan dia akan mendapatkan surat kepemilikan perusahaan. Investor tersebut juga akan mendapatkan keuntungan yang di sebut deviden dan capital gain.

-      Deviden adalah pendapatan dari keuntungan perusahaan yang kemudian dibagi kepada pemegang saham.
-      Capital gain adalah selisih dari harga pembelian terhadap harga pasar yang sangat fluktuatif.
Contoh: pada tanggal 3 maret 2012, pukul 10.00 hrga saham ABCD Rp 5000. tapi pada pukul 10.15 harga saham ABCD Rp 5500, maka selisihnya adalah Rp 500, ini disebut capital gain.

 b. Obligsi
Adalah surat bukti hutang, dan akan mendapatkan keuntungannya dalam tempo tertentu.

C. Financial Flow

Nasabah atau investor menyimpan uangnya di bank yaitu untuk memindahkan resiko kerugian kepada bank, dengan kondisi seperti ini pihak bank tidak bisa menanggungnya sendiri maka pihak bank ikut asuransi untuk mengantisipasi apabila pihak debitur tidak bisa mengembalikan dana yang di pinjamnya dan penyebab kerugian lainnya. Dengan mengikuti asuransi pihak bank harus membayar premi asuransi yaitu biaya wajib yang harus di keluarkan secara rutin, dan timbal baliknya dari prusahaan asuransi adalah apabila bank mengalami kerugian maka semua kerugian akan di tanggung oleh pihak asuransi dan ganti rugi tersebut dinamakan uang penanggungan (UP). Perusahaan asuransi pun tidak mau menanggung sendiri kerugian tersebut maka dia mengajak perusahaan asuransi lain, asuransi seperti ini disebut reasuransi yaitu dengan membagi premi yang di terima dan membagi uang penanggungan yang harus di keluarkan apabila terjadi kerugian. Pihak reasuransipun juga tak ingin menanggung kerugian begitu banyak maka  pihak reasuransi mengajak asuransi yang lain yang disebut dengan retrocessi, ini adalah cover bagi asuransi dan reasuransi apabila terjadi kerugian. Reasuransi juga harus membayar premi sesuai kesepakatan dan retrocessi akan memberikan UP sesuai premi yang di terimanya. Retrocesii tidak ingin dananya berhenti hanya untuk membayar UP, maka pihak retrocessi membuat perusahaan-perusahaan dengan premi yang didapat dari reasuransi. Perusahaan yang di dirikan pun tidak tinggal diam namun lagsung masuk ke pasar modal untuk membeli saham investor.


Jumat, 02 Maret 2012

Perkembangan Perbankan di Indonesia

Dari waktu ke waktu kondisi dunia perbankan di Indonesia telah mengalami banyak perubahan. Selain disebabkan oleh perkembangan internal dunia perbankan, juga tidak terlepas dari pengaruh perkembangan di luar dunia perbankan, seperti sektor riil dalam perekonomian, politik, hukum, dan sosial. Perkembangan faktor internal dan external tersebut menyebabkan kondisi perbankan di Indonesia dapat dikelompokan dalam
4 periode.Masing-masing periode mempunyai ciri khusus yang tidak dapat disamakan dengan periode lainnya. Deregulasi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980-an serta terjadinya krisis ekonomi di Indonesia sejak akhir tahun 1990-an adalah dua peristiwa utama yang telah menyebabkan munculnya empat periode kondisi perbankan di Indonesia sampai dengan tahun 2000.

Keempat periode itu adalah :

• Kondisi perbankan di Indonesia sebelum serangkaian paket – paket deregualsi di sektor riil dan moneter yang dimulai sejak tahun 1980-an.
• Kondisi perbankan di Indonesia setelah munculnya deregulasi sampai dengan masa sebelum terjadinya krisis ekonomi pada akhir tahun 1990-an.
• Kondisi perbankan di Indoneisa pada masa krisis ekonomi sejak akhir tahun 1990-an.
• Kondisi perbankan di Indonesia pada saat sekarang ini.


Perekonomian Indonesia masih mengalami pasang-surut, pemerintah melakukan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan secara bertahap pada sektor keuangan dan perekonomian. Salah satu maksud dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi adalah upaya untuk membangun suatu sistem perbankan yang sehat, efisien, dan tangguh. Dampak dari over regulated terhadap perbankan adalah kondisi stagnan dan hilangnya inisiatif perbankan. Hal tersebut mendorong BI melakukan deregulasi perbankan untuk memodernisasi perbankan sesuai dengan tuntutan masyarakat, dunia usaha, dan kehidupan ekonomi pada periode tersebut.

Pada 1983, tahap awal deregulasi perbankan dimulai dengan penghapusan pagu kredit, bank bebas menetapkan suku bunga kredit, tabungan, dan deposito, serta menghentikan pemberian Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) kepada semua bank kecuali untuk jenis kredit tertentu yang berkaitan dengan pengembangan koperasi dan ekspor.
Pada tahun 1988, pemerintah bersama BI melangkah lebih lanjut dalam deregulasi perbankan dengan mengeluarkan Paket Kebijakan Deregulasi Perbankan 1988 (Pakto 88) yang menjadi titik balik dari berbagai kebijakan penertiban perbankan 1971–1972.



Memasuki tahun 1990-an, BI mengeluarkan Paket Kebijakan Februari 1991 yang berisi ketentuan yang mewajibkan bank berhati-hati dalam pengelolaannya. Pada 1992 dikeluarkan UU Perbankan menggantikan UU No. 14/1967. Sejak saat itu, terjadi perubahan dalam klasifikasi jenis bank, yaitu bank umum dan BPR.
Berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tersebut diatur kembali struktur perbankan, ruang lingkup kegiatan, syarat pendirian, peningkatan perlindungan dana masyarakat dengan jalan menerapkan prinsip kehati-hatian dan memenuhi persyaratan tingkat kesehatan bank, serta peningkatan profesionalisme para pelakunya.
Dengan undang-undang tersebut juga ditetapkan penataan badan hukum bank-bank pemerintah, landasan kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip bagi hasil (syariah), serta sanksi sanksi ancaman pidana terhadap yang melakukan pelanggaran ketentuan perbankan.

Untuk meningkatkan praktek kehati-hatian bagi perbankan, Bank Indonesia mengeluarkan Paket Kebijakan tanggal 28 Februari 1991 (Pakfeb 1991) tentang Penyempurnaan Pengawasan dan Pembinaan Bank, yang memulai penerapan rambu-rambu kehati-hatian yang mengacu pada standar perbankan internasional yang antara lain meliputi ketentuan mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, Pembentukan Penyisihan Aktiva Produktif.

Namun sekarang kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit perbankan. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mulyaman D Hadad mengatakan, berdasarkan data perkembangan terakhir, keketatan likuiditas sudah berkurang.

Pada masa itu muli bermunculan bank baru, dan dalam mendirrikan bank terdapat aturan yang harus ditaati diantarnya aturan pendirian bank :
- Bank dan lembaga keuangan bukan bank bisa menerbitkan sertifikat deposito dan tanpa perlu izin.
-  Semua bank dapat meyelenggarakan tabanas dan tabungan lain.
Paket 28 Pebruari 1991, berisi tentang : Penyempurnaan paket sebelumnya menuju penyelenggaraan lembaga keuangan dengan prinsip kehati-hatian, sehingga dapat tetap mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan.
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Paket 29 Mei 1993 yang berisi tentang penyempurnaan aturan kesehatan bank meliputi :
-  CAR (Capital Adequacy Ratio)
-  Batas Maksimum Pemberian Kredit
-  Kredit Usaha Kecil
-  Pembentukan cadangan piutang
-  Loan to Deposit Ratio
Pada periode 1992-1993, perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet yang menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank untuk melakukan ekspansi kredit. BI menetapkan suatu program khusus untuk menangani kredit macet dan membentuk Forum Kerjasama dari Gubernur BI, Menteri Keuangan, Kehakiman, Jaksa Agung, Menteri/Ketua Badan Pertahanan Nasional, dan Ketua Badan Penyelesaian Piutang Negara. Selain kredit macet, yang menjadi penyebab keengganan bank dalam melakukan ekspansi kredit adalah karena ketatnya ketentuan dalam Pakfeb 1991 yang membebani perbankan. Hal itu ditakutkan akan mengganggu upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Maka, dikeluarkanlah Pakmei 1993 yang melonggarkan ketentuan kehati-hatian yang sebelumnya ditetapkan dalam Pakfeb 1991. Berikutnya, sejak 1994 perekonomian Indonesia mengalami booming economy dengan sektor properti sebagai pilihan utama. Keadaan itu menjadi daya tarik bagi investor asing.
Pakmei 1993 ternyata memberikan hasil pertumbuhan kredit perbankan dalam waktu yang sangat singkat dan melewati tingkat yang dapat memberikan tekanan berat pada upaya pengendalian moneter. Kredit perbankan dalam jumlah besar mengalir deras ke berbagai sektor usaha, terutama properti, meski BI telah berusaha membatasi. Keadaan ekonomi mulai memanas dan inflasi meningkat.
Nilai kurs sejak tahun 1990 – 1997
Sejak tahun 1990 sampai dengan minggu ke dua Juli 1997 nilai tukar rupiah cukup stabil dan wajar. Pada akhir Desember 1990 kurs antara rupiah dengan dolar Amerika Serikat (kurs tengah) adalah Rp 1.901,00 dan kurs ini mengalami penyesuaian menjadi Rp 2.383,00 pada akhir tahun 1996. kestabilan nilai kurs rupiah berlanjut sampai dengan 11 Juli 1997 dimana nilai kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp. 2.440,00. Namun dalam minggu kedua Juli 1977 gonjangan terhadap nilai kurs rupiah mulai dirasakan, yang bermula dari jatuhnya mata Uang Bath Thailand. Pemerintah pada tanggal 14 Agustus 1997 melepas bata-batas kurs intervensi.
Dengan pelepasan batas-batas kurs intervensi, pemerintah meninggalkan sistem tukar upiah yang mengambang terkendali menjadi sistem nilai tukar mengambang murni sehingga nilai tukar kurs rupiah ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan pasar. Walaupun demikian, pemerintah dapat mempengaruhi nilai kurs rupiah baik secara langsung maupun secara tidak langsung, yaitu melalui kebijaksaan fiskal dan moneter.
D.   Jalan Berliku Perbankan Indonesia di 2008-2009
Perjalanan perekonomian Indonesia di tahun 2008 penuh dengan tantangan dan kendala yang harus dihadapi, sehingga memaksa para pelaku usaha dan pengusaha dari berbagai sektor merevisi target pendapatan, pertumbuhan dan rencana bisnis investasinya. Pasalnya siapa yang menduga, krisis keuangan global terjadi di tahun ini dan akibatnya dampak tersebut mulai dirasakan negara berkembang, khususnya Indonesia.
Meskipun dampak dirasakan belum separah yang dialami negara maju, dimana sumber tsunaminya berasal. Namun ada khwatiran dari pelaku ekonomi dan pengusaha dalam negeri. Pasalnya banyak ramalan dan analisis dari pengamat ekonomi memperkirakan dampak dari resesi ekonomi dunia akan terasa pada tahun depan, sehingga memaksa pemerintah harus bekerja keras memutar otak mengantisipasi dampak lebih buruk ditahun mendatang.
Krisis ekonomi global mulai ditandai dengan runtuhnya lembaga keuangan terbesar di dunia asal Amerika Lehman Brother, kredit macet sektor perumahan (subprime mortgage) dan disusul kebangkrutan industri otomotifnya, seperti General Motor dan Ford. Musibah yang menimpa di Amerika juga serentak dirasakan negara-negara maju Eropa. Maka tak ayal, negara maju saja tidak bisa mengelak dari krisis keuangan global dan apalagi negara berkembang seperti Indonesia.
Ternyata betul saja, dampak krisis sempat memberikan sentimen buruk bagi lembaga keuangan bank dan non bank di Indonesia. Pasar modal dalam negeri juga sempat terkoreksi pada level yang paling buruk dampak menularnya kejatuhan pasar bursa di Wall Street. Terkoreksinya pasar bursa dalam negeri sempat membuat otoritas bursa menutup (suspensi) pasar dalam waktu dua hari.
Kepanikan Akibat Rumor Negatif
Muncul kabar dan rumor negatif adanya redemption di pasar modal oleh para investor asing guna menutupi keuangan di negaranya, telah membuat nilai tukar rupiah terus melorot dan jatuhnya indek harga saham gabungan (IHSG).
Akibatnya, kepanikan para nasabah perbankan dalam negeri bertambah dan mereka menilai menyimpan dana di bank sudah tidak aman lagi.
Beberapa kali pemerintah mencoba menyakinkan masyarakat, krisis yang terjadi tidak akan menjadikan perekonomian Indonesia terpuruk sebagaimana yang terjadi di tahun 1998. Pasalnya fundamental ekonomi di Indonesia masih kuat dan perbankan masih berjalan sehat.
Tingginya intensitas rumor negatif yang beradar di masyarakat, akhirnya mempertegas kondisi perbankan Indonesia sedang mengalami ketatnya likuiditas antar bank. Gagal kriliring akibat kesulitan likuiditas yang dialami bank Century menjadi bukti nyata dampak rumor telah meresahkan sektor perbankan. Maklum saja lembaga perbankan sangat sensitif dengan kabar dan rumor tersebut.
Banyaknya beredar rumor menjadi momok menakutkan bagi sektor perbankan dan akhirnya membuat pemerintah geram. Kekesalan pemerintah terhadap penyebar rumor berbuah hasil dengan ditangkapnya broker PT Bahana Securitas, Erick Jazier Adriansyah pada awal November.
Modus yang dilakukan si penyebar rumor likuiditas perbankan nasional ini dengan menyebarkan surat elektronik kepada sejumlah kliennya yang isinya bahwa lima bank dalam keadaan kesulitan keuangan, yaitu Bank Artha Graha Internasional, Bank Bukopin, Bank Century, Bank Panin, dan Bank Victoria.
Dengan alasan untuk mengembalikan kepercayaan nasabah dan menjaga dampak sistemik keuangan di Indonesia, pemerintah mengambil alih bank Century melalui Lembaga Penjamin Simpanan dengan menyuntikkan dana hingga Rp2 triliun. Kasus diambil alihnya Century oleh pemerintah telah menjadi tamparan telah bagi Bank Indonesia. Pasalnya, sebagai bank sentral, BI dinilai lemah dalam melakukan pengawasan antar Bank. Anggota DPR Komisi XI Drajat Wibowo mengatakan, kasus Century bukan hanya tanggung jawab penyebar rumor negatif tetapi juga tanggung jawab BI, karena gagalnya melakukan pengawasan antar bank.
Di tengah tingginya persaingan perbankan merebut pasar dalam negeri, ternyata dampak krisis keuangan global membuat bisnis bank-bank BUMN harus direvisi dan bahkan lebih bersikap hati-hati dalam mengucurkan kreditnya. Tidak mau menimbulkan kredit macet dan tingginya Non Performance Loan (NPL), sekarang perbankan harus lebih berhati-hati dan selektif menyalurkan kreditnya.

Hal semacam inilah yang dilakukan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) yang lebih selektif memberikan kucuran kredit kepada nasabahnya, khususnya disektor perkebunan kelapa sawit. “Kita tidak menurunkan kredit perbankan untuk sektor perkebunan, tetapi akan lebih selektif” kata Direktur Risk Management Bank Mandiri Sentot A Sentausa.
Menurutnya, apa yang dilakukan Bank Mandiri dengan cara tersebut sebagai upaya mengantisipasi terjadinya kredit macet yang tinggi, sebagaimana pengalaman yang terjadi di tahun 2005. Masih labilnya kondisi ekonomi dan ancaman lambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun mendatang, membuat kebijakan Bank Indonesia tentang kepemilikan tunggal (Single Pressence Policy/SPP) berjalan di tempat dan tidak ada progress yang signifikan, kendatipun BI sudah mengundurkan target penerapan peraturan tersebut dari semula pada akhir 2008 menjadi akhir 2010.
E.   Kondisi Terakhir Perbankan Di Indonesia
Kondisi perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan krisis keuangan global semakin terasa. Hal tersebut terlihat dari berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total kredit perbankan. Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Mulyaman D Hadad mengatakan, berdasarkan data perkembangan terakhir, keketatan likuiditas sudah berkurang.
Dalam 2 bulan terakhir likuiditas mulai berkurang, tapi masih menjadi perhatian. Bertambahnya likuiditas perbankan tersebut karena ada pelonggaran ketentuan Giro Wajib Minimum (GWM) dan peningkatan Dana Pihak Ketiga (DPK), sedangkan total kredit tahun per tahun tumbuh 37,1 persen.
Kredit investasi juga mencatat pertumbuhan tahunan tertinggi 42,9 persen, kredit modal kerja tumbuh 39 persen, kredit konsumsi tumbuh 33 persen. Adapun tingkat kredit macet (Non Performing Loan/NPL) relatif stabil 3,9 persen. Kecukupan modal perbankan (CAR) juga masih tinggi mencapai 16 persen. Risiko kredit dan risiko pasar masih tergolong rendah, namun berpotensi meningkat apabila pemburukan ekonomi global berlanjut. Lebih lanjut Mulyaman memperkirakan, jika pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 4,9-5 persen, pertumbuhan kredit bisa mencapai 15-20 persen di tahun 2009 mendatang.
Pejabat senior IMF Perwakilan Indonesia Milan Zavadjil juga menyatakan bahwa sistem perbankan di Indonesia mulai kuat dan memiliki modal serta kinerja bagus yang tercipta karena membaiknya sistem pengawasan perbankan. Zavadjil yang dikutip dari keterangan pers di website IMF menyebutkan kinerja perekonomian Indonesia secara umum sangat baik dalam 10 tahun terakhir dengan memperbaiki makro ekonomi dan stabilitas sistem keuangan terutama di sektor fiskal dan kebijakan moneter.
Pernyataan ini sengaja dikeluarkan untuk meluruskan pemberitaan yang keliru oleh media-media di Indonesia mengenai penilaian atas ekonomi Indonesia dalam laporan IMF mengenai kondisi stabilitas sistem keuangan Indonesia yang dipublikasikan beberapa waktu lalu.
Keberhasilan menghadapi krisis keuangan 2008-2009 menjadi bukti jelas daya tahan sistem dan membaiknya stabilitas keuangan Indonesia yang dibentuk 10 tahun terakhir ini. Program penilaian sektor keuangan (Financial Sector Assessment Program/FSAP) adalah analisis menyeluruh dan mendalam mengenai sektor keuangan suatu negara yang telah dimulai sejak 1999 dan diikuti lebih dari 150 negara termasuk negara anggota G-20.
Fokus penilaian program ini yaitu mengukur stabilitas sektor keuangan dan potensi kontribusinya bagi pertumbuhan dan pembangunan. Penilaian IMF, katanya termasuk melakukan stress test kekuatan perbankan Indonesia menghadapi kondisi yang paling ekstrim seperti penurunan pertumbuhan ekonomi.
Kondisi Ekonomi Perbankan Indonesia 2008-2009
Perjalanan perekonomian Indonesia di tahun 2008 penuh dengan tantangan dan kendala yang harus dihadapi. Pasalnya siapa yang menduga, krisis keuangan global terjadi di tahun itu dan akibatnya dampak tersebut mulai dirasakan negara berkembang, khususnya Indonesia.
Meskipun dampak dirasakan belum separah yang dialami negara maju, di mana sumber tsunaminya berasal. Namun ada khwatiran dari pelaku ekonomi dan pengusaha dalam negeri. Pasalnya banyak ramalan dan analisis dari pengamat ekonomi memperkirakan dampak dari resesi ekonomi dunia akan terasa pada tahun 2009, sehingga memaksa pemerintah harus bekerja keras memutar otak mengantisipasi dampak lebih buruk ditahun mendatang.
Krisis ekonomi global mulai ditandai dengan runtuhnya lembaga keuangan terbesar di dunia asal Amerika Lehman Brother, kredit macet sektor perumahan (subprime mortgage) dan disusul kebangkrutan industri otomotifnya, seperti General Motor dan Ford. Musibah yang menimpa di Amerika juga serentak dirasakan negara-negara maju Eropa. Maka tak ayal, negara maju saja tidak bisa mengelak dari krisis keuangan global dan apalagi negara berkembang seperti Indonesia.
Ternyata betul saja, dampak krisis sempat memberikan sentimen buruk bagi lembaga keuangan bank dan non bank di Indonesia. Pasar modal dalam negeri juga sempat terkoreksi pada level yang paling buruk dampak menularnya kejatuhan pasar bursa di Wall Street. Terkoreksinya pasar bursa dalam negeri sempat membuat otoritas bursa menutup pasar dalam waktu dua hari.
Hal ini memaksa dunia perbankan Indonesia harus menghadapi tahun 2009 yang lebih berat dan suram. Karena dampak tekanan ekonomi global terhadap pertumbuhan ekonomi mulai dirasakan di kuartal pertama. Kredit akan semakin hati-hati dengan likuiditas yang terbatas dan suku bunga yang mahal.
Refrensi :
http://lovelycimutz.wordpress.com/2010/10/10/perkembangan-perbankan/